Mewaspadai Terjadinya Trombosis di Pembuluh Vena dan Arteri

Mewaspadai Terjadinya Trombosis di Pembuluh Vena dan Arteri

 Obat Wasir Stadium Awal
Trombosis adalah proses penggumpalan dalam pembuluh darah yang berlebihan sehingga menghambat aliran darah, atau bahkan menghentikan aliran tersebut, dan pembentukan gumpalan seperti itu dapat menimbulkan masalah. Trombosis dapat terjadi pada pembuluh darah manapun dan dapat menimbulkan risiko yang fatal jika menghambat aliran darah menuju organ vital. Kita perlu mewaspadai terjadinya trombosis pada pembuluh vena dalam di tungkai bawah.

Pembuluh vena dalam pada tungkai bawah terletak di dalam otot-otot betis. Kontraksi otot yang menekan pembuluh darah menghasilkan efek pompa (pompa otot) untuk membantu darah mengalir kembali ke jantung. Jika pompa otot terhenti (misalnya karena tidak bergerak), aliran darah pada pembuluh dapat menurun (disebut stasis vena) hingga membentuk gumpalan-gumpalan kecil. Umumnya gumpalan-gumpalan tersebut terlalu kecil untuk menimbulkan masalah. Akan tetapi, kadang kala beberapa gumpalan dapat mencapai ukuran yang signifikan atau bergabung untuk membentuk sebuah sumbatan trombus yang besar.

Keadaan tidak bergerak dalam posisi duduk adalah penyebab Deep Vein Thrombosis (DVT) karena dapat menekan pembuluh darah di tungkai dan menimbulkan stasis. DVT sering dialami oleh penumpang yang menempuh perjalanan jarak jauh melalui darat, rel kereta, mau pun udara. Kesamaan faktor pada semua kasus ini lebih pada keadaan tidak bergerak daripada pengaruh lingkungan. Kabin bertekanan dan ketinggian pesawat tidak berpengaruh terhadap risiko munculnya DVT.

Penyakit trombosis atau penggumpalan darah yang menyebabkan sumbatan di dalam jaringan arteri atau vena masih kurang disadari dan diketahui sebagai salah satu "silent killer" yang dapat menyebabkan kematian. "Sumbatan karena trombosis dapat secara total atau partial, kalau sumbatan total pada arteri koroner atau jantung dapat menyebabkan kematian secara mendadak," ujar Pakar Trombosis dari Departemen Hematologi dan Onkologi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia /Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Dr Karmel Lidow Tambunan di Jakarta.

Sementara, lanjutnya, jika sumbatan total pada arteri serebral atau otak maka terjadi kematian karena stroke, karena itu trombosis disebut sebagai 'silent killer', pembunuh senyap. "Di Indonesia, dari 10 penyebab kematian utama yang menduduki peringkat pertama adalah stroke dan urutan ke-13 adalah jantung," ujar dia.

Karena itu, sebanyak 80 persen hingga 85 persen stroke adalah stroke iskemik atau trombosis dan lebih dari 70 persen kematian jantung juga karena trombosis, kalau dijumlahkan maka trombosis juga merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Amerika Serikat, sedikit dari 300.000 hingga 600.000 orang terkena trombosis dan 100.000 di antaranya mengalami kematian. Di negara barat dan Amerika Serikat trombosis merupakan penyebab kematian utama lebih banyak dibanding kanker.

Arteri, Vena dan Ruangan Jantung

Karmel mengatakan trombosis dapat terjadi di dalam jaringan sistem kardiovaskular pada arteri, vena, ruangan jantung dan mikrosirkulasi. "Trombosis vena atau DVT (Deep Vein Thrombosis) pada umumnya terjadi pada kaki, tetapi dapat juga pada vena lain," ucapnya. Gejala DVT pada kaki, lanjut dia, dapat berupa kaki bengkak perubahan warna, sakit atau nyeri sampai fungsinya berkurang.

"Sumbatan pada kaki dapat fatal jika bekuan darah lepas dan terbawa aliran darah serta menyangkut di arteri pulmonalis (paru) atau disebut PE (Pulmonary Embolism) hal ini berbahaya dan dapat mengakibatkan kematian," ujarnya. Menurut dia, pada dasarnya setiap orang memiliiki risiko mengalami DVT, bahkan dengan faktor risiko tertentu memiliki potensi lebih besar mengalaminya.

Ia mengatakan faktor risikonya dapat berbeda dan multifaktorial, ada faktor genetik karena di dalam keluarga ada riwayat dan bisa karena didapat akibat gaya hidup kurang sehat, sehingga obesitas, diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, stasis, sindrome antiphospholipid, trombophilla, hiperhomosistinemia, keterbatasan gerak termasuk naik pesawat dalam waktu lama yang dikenal dengan economy class syndrome, kebiasaan merokok dan juga pasca operasi besar. Karmel mengatakan, trombosis merupakan penyakit yang bisa dicegah dan pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati.

Misalnya, insiden trombosis pasca operasi seperti operasi ortopedi yang insidennya sangat tinggi dapat dicegah atau dikurangi dengan memberikan antikoagulan bisa lewat injeksi atau dengan cara oral. "Operasi ortopedi besar seperti penggantian sendi lutut total disebut Total Knee Replacement (TKR) atau penggantian sendi panggul total atau Total Hip Replacement (THR) menjadi penting seiring dengan peningkatan jumlah penduduk usia tua," ujarnya.

Menghindari Morbiditas

Sementara itu, pakar Trombosis dari Departemem Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/RSCM, Andri Lubis mengatakan, operasi penggantian sendi panggul dan lutut dilakukan untuk peningkatan kualitas hidup dan paling sering dilakukan pada pasien berusia di atas 60 tahun hingga 65 tahun. "Operasi penggantian sendi dan lututnya menunjukkan keberhasilan yang cukup tinggi antara 80-90 persen. Faktor penyebab diperlukannya operasi adalah masalah berat badan atau obesitas selain akibat kemunduran dari fungsi sel di tubuh atau yang disebut degeneratif," katanya.

Menurut dia, pembedahan itu memiliki risiko terjadinya DVT yang tinggi jika tanpa pencegahan seperti pembedahan panggul dapat mencapai risiko 50 persen, sementara pembedahan umum hanya 20 persen. DVT atau tromboembeli dapat dicegah dengan pemberian tromboprofilaksis atau antikoagulan yaitu obat antipenggumpalan darah, tanpa risiko pendarahan. "Pemberian tromboprofilaksis sangat penting untuk menghindari terjadinya morbiditas dan juga harus memperhatikan pilihan pengobatan yang tersedia yang disesuaikan dengan pasien agar mendapatkan manfaat yang optimal," katanya.

Marketing Director PT Pfizer Indonesia, Matthew Golden, mengatakan, kondisi ini mendorong Pfizer memperkenalkan tromboprofilaksis golongan Apixaban (Fxa inhibitor) di dalam negeri. Apixaban memiliki efektivitas yang lebih baik dalam pencegahan VTE setelah operasi panggul dan lutut. "Apixaban merupakan salah satu antikoagulan oral sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang dibanding antikoagulan sistem injeksi," ucapnya. 

Trombosis di pembuluh darah dipicu adanya lesi atau kerusakan pada dinding pembuluh darah (endotel). Pada keadaan ini, faktor-faktor pembekuan darah seperti platelet atau keping darah dan trombosit diaktifkan sedemikian rupa sampai akhirnya dihasilkan fibrin yang stabil yang mengikat gumpalan komponen darah yang telah lebih dulu menyumbat lesi tersebut. Bila terjadi ketidakseimbangan antara faktor pembeku darah dan fibrin bisa menyebabkan trombosis ataupun perdarahan.

Trombosis Vena

Pada trombosis vena, tidak selalu dipicu adanya kerusakan endotel vena. Biasanya trombosis vena berasal dari keadaan statis di kantung katup vena akibat aliran darah vena yang tertahan, yang semakin lama dapat semakin membesar sehingga menutup lubang pembuluh vena tersebut. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti kelainan genetis yang menyebabkan ketidakseimbangan sistem hemostatis, obesitas atau kegemukan, varises vena, imobilisasi lebih dari lima hari terutama pasca pembedahan umum dan ortopedik, usia, stroke, kanker, kehamilan dan pemakaian kontrasepsi oral.

Manifestasi trombosis vena yang berbahaya adalah trombosis vena dalam atau Deep Vein Thrombosis (DVT) terutama di daerah tungkai bawah (antara lutut dan pergelangan kaki), di lutut dan tungkai atas (antara pinggul/pelvis dan lutut). Gejala dan tanda DVT antara lain rasa nyeri, pembengkakan dan nyeri tekan pada daerah tungkai yang venanya terhambat, perubahan warna kulit menjadi kemerahan dan gelap serta perubahan suhu kulit menjadi lebih panas.

DVT sebenarnya tidak sampai mengancam jiwa, namun mengakibatkan perlunya perawatan yang cukup serius dengan biaya tinggi. Bila tidak segera diobati, dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti tekanan vena yang tinggi, nyeri kaki, borok kaki, dan gangguan pergerakan. Yang paling fatal adalah bila gumpalan darah di pembuluh vena tersangkut di paru-paru sehingga menyebabkan penyumbatan pembuluh paru atau emboli paru dengan gejala sesak nafas, nyeri dada yang tidak jelas lokasinya dan semakin jelas jika menarik napas dalam, batuk-batuk kering yang dapat berkembang menjadi batuk darah (hemoptisis) serta berkeringat. Dampak selanjutnya adalah aliran darah dari paru ke jantung terhenti sehingga bisa mengakibatkan kematian mendadak.

Trombosis Arteri

Trombosis arteri terutama pada arteri koroner yang membawa suplai oksigen yang dibutuhkan otot jantung, dapat menyebabkan penyakit jantung koroner atau iskemik. Trombosis arteri koroner dipicu aterosklerosis atau pengerasan pembuluh darah arteri. Plak aterosklerosis yang berisi jaringan lemak dan kolesterol ini rawan perlukaan. Kalau ada luka, tubuh mengaktifkan proses pembekuan darah berlebihan. Bila bekuan darah menutup sebagian lubang arteri koroner, maka akan timbul nyeri dada yang disebut angina stabil. Angina terjadi akibat otot jantung kekurangan oksigen.

Manifestasi angina stabil adalah rasa sakit atau nyeri dada seperti ditekan/digilas, lokasinya biasanya di bagian tengah atau kiri tulang dada, dan bisa menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan, serta punggung. Gejala ini bisa hilang kurang dari lima menit bila beristirahat atau berhenti beraktivitas. Kondisi ini tergolong masih aman dan otot jantung tidak mati. Namun, bila angina timbul dalam keadaan tidak beraktivitas, yang lamanya 10 menit atau lebih, disertai rasa lemah, berkeringat dingin, dapat dicurigai terjadinya penyakit jantung koroner atau disebut juga sindrom koroner akut, yang bila tidak segera mendapat pertolongan akan merenggut nyawa penderita.

Pencegahan Penyakit Jantung Koroner

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar penyakit jantung koroner dapat dicegah, diantaranya adalah:
  • Mendeteksi dan menghilangkan faktor-faktor risiko yang bisa dimodifikasi seperti kebiasaan merokok, hipertensi, diet tinggi lemak jenuh, kegemukan, diabetes melitus, usia, dan lain-lain. Mereka yang memiliki riwayat keluarga kandung yang mati muda atau mengalami penyakit jantung koroner atau stroke pada usia muda perlu segera melakukan deteksi dini dan mengatasi faktor-faktor risiko secara lebih agresif.
  • Menjaga gaya hidup, pola makan, dan aktivitas fisik yang sehat sejak usia muda. Penumpukan lemak dan kolesterol pada dinding arteri koroner dapat terjadi sejak usia kanak-kanan dan dewasa muda. Ketika memasuki usia 40-an proses ini dapat berlangsung lebih progresif. Penumpukannya akan bertambah tebal sehingga mengurangi ukuran lubang pembuluh darah yang merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner atau iskemik.